Rabu, 10 Oktober 2012

KAJIAN PEMBANGUNAN EKONOMI ”Mengatasi kemiskinan”.


a.      Kata Pengantar
Berbagai upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan dan sudah menjadi prioritas proggram-proggram pembangunan yang dijalankan pemerintah. Namun demikian, beberapa proyek pemerintah yang terkait dengan program penangulangan kemiskinan, terutama pada janjang grass- root, teryata belum cukup mampu untuk mengatasi berbagai dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat sejak awal tahun 1970-an. Akibatnya, isu tentang kemiskinan seolah-olah menjadi terlupakan sampai dengan munculnya berbagaipenelitian ilmiah yang mengungkapkan “ penemuan kembali kemiskinan di Indonesia”.
Walaupun kemiskinan dapat dikatagorikan sebagai persoalan klasik, tetapi sampai saat ini rupanya belum ditemukan formula dan preskripsi yang tepat guna merumuskan kebijakan anti kemiskinan. Bahkan ketika cabinet pembangunan VI kemudian merealisasikan rencana impress desa tertinggal, masih terdapat cukup kritik terhadap program ini karena berbagai alas an. Ini menunjukan bahwa sejak semula kemiskinan bukan merupakan persoalan yang cukup sedarhana dan bahkan nampaknya akan menjadi tema diskusi yang selalu actual dari waktu ke waktu.
Di negeri ini, kemiskinan tetap menjadi fokus isu yang belum terselesaikan. Sayangnya, ide atau gagasan yang muncul untuk mengatasi masalah ini selalu saja kurang menyentuh akar persoalan. Begitupun program yang ada belum mampu mengatasi problematika sosial ini secara tuntas. Faktanya, angka kemiskinan masih tinggi. Peringatan Hari Penanggulangan Kemiskinan sedunia tiap 17 Oktober mestinya dapat mengingatkan semua pihak untuk berkomitmen mengatasi masalah ini.
Berdasarkan data Bappenas (2009), jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 32,5 juta orang (14,15 %) dari total penduduk negeri ini. Dibandingkan dengan 2008, angka itu mengalami sedikit penurunan yang berjumlah 35 juta orang (15,4 %). Kemiskinan ini biasanya juga berimbas kepada masalah lainnya, baik di bidang kesehatan, pendidikan, maupun perlindungan anak.
            Menurut Laporan Pembangunan Manusia (HDR) UNDP 2007/2008, rata-rata pengeluaran kesehatan per kapita Indonesia 119 dolar AS pada 2004. Angka ini merupakan yang terendah di negara-negara ASEAN lainnya. Bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 402 dolar AS dan Thailand 293 dolar AS. Di samping itu, rata-rata pengeluaran kesehatan per kapita di Indonesia baru mencapai 2,2% dari PDB, jauh lebih rendah dari rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni sedikitnya 5% dari PDB.
Angka kematian bayi pada 2007 sebesar 44 per 1.000 kelahiran hidup. Di samping itu, masih ada 28% balita di seluruh pelosok negeri yang belum memperoleh akses terhadap imunisasi. Ini berarti ada sekitar satu juta balita yang rentan terkena penyakit menular yang dapat pula mengakibatkan kematian. Sementara itu, Angka Kematian Ibu (AKI) masih mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup (2007).
Penanggulangan kemiskinan sebenarnya telah menjadi komitmen global. Sebanyak 189 kepala negara dan pemerintahan, termasuk Indonesia, 9 tahun lalu telah mendeklarasikan Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs). Komitmen itu terdiri atas delapan tujuan yang harus dicapai pada 2015, yakni upaya menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, pendidikan dasar untuk semua, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, kelestarian lingkungan hidup, dan membangun kemitraan global untuk pembangunan.
Mengatasi kemiskinan menjadi tujuan pertama dari MDGs, yakni upaya untuk mengurangi proporsi jumlah penduduk miskin dengan pendapatan di bawah satu dolar AS per hari hingga separuhnya dalam kurun waktu 1990-2015. Termasuk dalam tujuan ini, antara lain upaya menciptakan lapangan kerja yang optimal, produktif, serta layak, termasuk bagi perempuan dan kaum muda. Ke depan, mestinya dapat diupayakan strategi pembangunan yang mampu menghilangkan kesenjangan baik antargolongan maupun wilayah, serta kebijakan yang mampu menumbuhkan potensi dan ekonomi di tingkat lokal.
Pada akhirnya, penanggulangan kemiskinan tidak cukup hanya sekadar menjadi bahan kajian, studi, atau isu kampanye. Kemiskinan harus diatasi melalui langkah-langkah konkret. Diperlukan pendekatan baru serta inovasi: Pertama, kita telah memiliki para wakil rakyat yang duduk di kursi DPR dan DPD Periode 2009-2014. Sebentar lagi juga akan diumumkan susunan anggota kabinet SBY-Boediono. Mengatasi kemiskinan di atas harus menjadi tugas pertama yang dapat mereka tuntaskan. Program-program yang sudah ada, seperti BLT, PNPM mandiri, KUR, dan lain-lain harus dievaluasi secara menyeluruh dan diuji tingkat keefektifannya. Selanjutnya, dirancang program-program baru yang benar-benar efektif dan efisien. Kedua, tugas pemimpin adalah mendidik bangsa ini untuk bermental "tangan di atas". Pemimpin berperan melakukan transformasi sosial. Ia harus mampu memberi contoh dan teladan. Pemimpin tidak hidup bermewah-mewah, apalagi korupsi. Kemiskinan dapat diatasi jika mental bangsa dapat diubah dari mental konsumtif menjadi produktif. Budaya malas dan peminta diubah menjadi karakter pejuang, pekerja keras, disiplin, dan kebiasaan untuk memberi, berbagi, dan malu meminta-minta. Karakter ini tidak bisa tumbuh dengan sendirinya. Harus ada rekayasa sosial dan ketegasan dari pemimpin. Saya yakin bangsa ini dapat didorong untuk menumbuhkan karakter yang positif itu, sekali lagi, asal ada contoh dari pemimpinnya. Ketiga, peran semua pihak untuk terlibat dalam penanggulangan kemiskinan. Tokoh agama dapat berperan untuk menebarkan nilai-nilai Agama yang memberikan semangat. Mereka dapat memotivasi masyarakat untuk bekerja giat dan tidak putus asa. Media massa dapat berperan aktif untuk menebarkan spirit kewirausahaan dan budaya inovasi. Para pemimpin informal, pengusaha, artis, seniman, budayawan, pendidik, dan lain-lain dapat pula menjadi motivator dan inspirator yang bertujuan sama, yakni memberi semangat bagi warga bangsa untuk bangkit dan menegaskan bahwa harapan itu masih ada.
b.      Rumusan Masalah
Masalah merupakan keadaan yang mengganggu sehingga menimbulkan pertanyaan untuk segera dipecakan. Dalam hal ini perlu ada kaitannya dengan suatu penelitian dan untuk mencapai sasarannya perlu dirumuskan masalahnya, karena masalah merupakan pedoman untuk mengadakan suatu penelitian. Untuk itu dari latar belakang sebelumnya dapat dirumuskan masalah sebagai berikut;
“Bagaimana KAJIAN PEMBANGUNAN EKONOMI ”Mengatasi kemiskinan”.
c.       Tinjauan Teoritis
            Untuk mengatahui sejaumana pemerintah mengtasi masalah kemiskinan dinegara Indonesia ini. Kerana kita lihat sekarang yang masi dibicarakan sampai saat ini adalah masalah kemiskinan/ ekonomi kerakyatan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
1.      Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai siuasi kelengkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
2.      Gambaran tentang kebutuhan social, termasukkerterkecualian social, ketergantungan, dan ketidakmampuan untk berpartisipasi dalam masyrakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkecualian social boiasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak batsai pada bidang ekonomi.
3.      Gambaran tentang kekurangan penghasilan dan kekayaan yang mandiri. Makna “ memadai” disini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian dan ekonomi di seluruh dunia kususnya Indonesia.
Kalau kita lihat, mungkin tiba saatnya pemerintah melihat kedepan, bukan lagi melihat kebelakang. Kerana masyarakt masi mebutukan bantuan dari pemerintah, sekarang kita lihat, begitu banyak maslah yang terjadi, tepai masalah tersebut di anggap enteng, sehingga suatu masalah tidak bisa diselesaikan dengan baik. Apalagi dibidang ekonomi, masyarakt mengelu, karena pengasilan mereka tidak memuaskan, malah merugikan. Cotohnya petani sayur, kebanyakan di tanah jawa ini, petani menyewa tanah untuk bercocok tanam sampai 1 hektar bahkan ada juga yang 2 hektar. Tetapi hasilnya tidak bias mengembalikan uang untuk menyewakan tanah tersebut. Karena penghasilan tidak begitu baik. Dari sini pemerintah bisa melihat, dan membuka mata untuk membantu masyarakat.
a.       Analisis Data
1.      Pembangunan
Pembangunan berasal dari kata bangun, diberi awalan pem- dan akhiran –an guna menunjukan prihal membangun. Kata bangun setidak-setidaknya mengandung empat arti. Pertama, bangun dalam arti sadar atau siuman, seperti dalam bait lagu Indonesia raya: “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”kedua dalam arti bangit atau berdiri. Ketiga bangun dalam arti bentuk, dahulu ilmu ukur disebut ilmu bangun. Dalam kalimat; “bangunnya persegi panjang,” bangun berarti bentuk. Keempat, bangun dalam arti katakerja membuat, mendirikan, atau membina. Dilihat dari sudut entimologik ini, konsep pembangunan meliputi keempat arti tersebut. Pembangunan meliputi segi anatomik (bentuk), fisiologik (kehidupan), dan behavioral (prilaku).
Coralie Bryant Louise White mengatakan pembanguna ialah upaya untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk mempengaruhi masa depan. Dan pembangunan membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok atau mendorong tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan nilai dan kesejatraan. Coralie juga mengatakan pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama, kebebasan memilih, dan kekuasaan untuk memutuskan.
Walaupun kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan ekonomi selalu ditunjukan untuk mempertinggi kesejatraan dalam arti yang seluas-luasnya, kegiatan pembangunan ekonomi selalu dipandang sebagai sebagian dari keseluruhan usaha pembangunan yang dijalankan oleh sesuatu masyarakat. Pembangunan ekonomi hanya meliputi usaha sesuatu masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan masyarakatnya, sedangkan keseluruhan usaha-usaha pembanunan meliputi juga usaha-usaha pembangunan social, politik dan kebudayaan. Dengan adanya pembatasan di atas maka pengertian pembangunan ekonomi pada umunya didefenisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk sesuatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang.
Dapat dilihat dari defenisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting untuk mengatasi kemiskinan.
1.      Suatu proses, yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus,
2.      Usaha untuk menaikan tingkat pendapatan perkapita, dan
3.      Kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang.
Disamping oleh keadaan-keadaan yang berlaku di Negara-negara berkembang sendiri, terdapat pula keadaan-keadaan di Negara-negara maju, yang dapat mengurangi kemampuan Negara-negara berkembang untuk mempercepat pembangunan ekonomi yang lebih tinggi yang letah dicapai Negara-negara maju, terhadap pembangunan ekonomi di Negara-negara yang relative miskin, seperti Indonesia. Termasuk Negara indonesia relative miskin.
Ahli-ahli ekonomi klasik telah menunjukan beberapa keuntungan yang mungkin diperoleh sesuatu Negara apabila mengadakan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Negara-negara lain. Apabila keuntungan-keuntungan ini dapat bener-bener diperoleh dalam kenyataannya, hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Negara-negara lain. Apabilah keuntungan-keuntungan ini dapat bener-bener diperoleh dalam kenyataannya, hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Negara-negara lain dapat merupakan alat pendorong yang sangat penting kepada usaha untuk menpercepat pembangunan ekonomi. Akan tetapi malangnya, walaupun kebanyakan Negara-negara berkembang sudah sejak lama melakukan hubungan dengan dunia luar, terutama dengan Negara-negara maju, keuntungan yang telah diperoleh dari hubungan tersebut belum mencapai tingkat yag cukup menggembirakan. Sebaliknya, segolongan ahli ekonomi menganggap bahwa hubungan tersebut telah menghambat pembangunan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi terhambat berkembang untuk mencapai perkembangan yang lebih pesat. Sepertinya Indonesia, Indonesia ada bekerjasama dengan Negara berkembang, tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejatraan masyarakat, sehingga bangsa Indonesia kelihatan kurang berkembang, dilihat dari segi kemiskinan, kita melihat Indonesia sekarang, Indonesia memang ada penurunan angka kemiskinan, tapi itu belum sepenuhnya terlaksankan, salah satu untuk mengatasi kemiskinan adalah, pembangunan ekonomi harus bener-benr berpusat pada masyarakat. Kalau pemerinta bekerja untuk membantu masyarakat, dan mengurangi kemiskinan, salah satunya adalah kerja sama antar Negara harus bisa berjalan dengan baik, dan berusaha keras bersaing untuk kesejatraan masyarakat,kalau kita melihat Indonesia, kususnya dibidang perekonomian, kita sangat kaya dengan kekayaan alam, tetapi kenyataanya apa, masyarakat masi banyak yang ngangur tidak punya pekerjaan, masyarakat banyak yang mengatakan, bahwa susa cari kerja, dan untuk mensejatrakan masyarakatkan, atau untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari susanya. Kerna tidak ada pekerjaan yang begitu memuaskan, atau yang bisa mengajikan untuk mensejatrakan keluarga.
Kalau diperhatikan perkembangan sector eksport di Negara-negara berkembang sejak akhir abad yang lalu, maka secara umum dapat dikatakan bahwa sumbangannya dalam mempercepat pembangunan belumlah mencapai tingkat yang diharapkan. Dinegara kita Indonesia ini mengalami perkembangan ekspot yang bisa dibilang pesat, tetapi sector itu gagal ntuk mendorong perkembangan sector-sektor lainya. Sebagian besar perkembangan ekspot mengalami pertumbuhan yang relative lambat. Sehngga menimbulkan kesulitan dalam neraca pembayaran dan akhirnya menunjukan bahwa sector ekspot tidak  berkembang, tidak dapat memberikan sumbangan kepada usaha pembangunan seperti yang ditunjukan oleh ahli-ahli ekonomi klsik.
Beberapa masalah yang dihadapi oleh pertanian tradisional, terlalu terpusat kegiatan ekonomi yang berkembang di sector pertanian merupakan salah satu factor penting yang menyebabkan mereka mempunyai tingkat pendapatan yang sangat rendah. Sebagian besar kegiatan sector pertanian yang masi berkembang merupakan kegiatan yang tingkat produktifitasnya masih jauh dari pada tingkat yang telah dicapai. Masalah yang seperti ini yang harus pemerintah lihatkan, dan kembangkan. Karena petani hanya bisa mengasilkan dari hasil pertaniannya. Dan kalau pemerintah tidak bisa melihat petani, dan membantunya, ya, petani akan kesulitan dalam mengelolah lahannya seperti pembelian baja, untu memupuk tana yang digunakan untuk kesuburan. Dan Setidaknya pemerintah membantu membuka peluang kerja dalam bentuk, memberi suatu tempat dimana masyarakat akan menjual hasil pertaniannya. Baik dalam atau luar daerah. Sehingga masyarakat tidak begitu kesulitan dalam menafka keluarga. Dan membuka pekerjaan, bagi masyarakat yang tidak bisa sekolah. Sehingga masyarakat, atau kemiskinan terlalu banyak. Kalau pendepatan pertanian/ masyarakt itu rendah, menyebabkan kesulitan berkembang untuk menaikan produktivitas pertanian berkapita penduduknya. Dan factor-faktor yang bersifat institusional yang acapsekali menghambat inovasi pertanian adalah, bahwa kita sering mendengar dikoran atau di berita, mengatakan bahwa petani Indonesia benyak menyewa tanah untuk bertani, dan hasil pertanian itu juga tidak seperti apayang diharapkan. Bahwa hasil dari sebagian saja dari hasil tanaman mereka; terdapatnya tangkulak-tangkulak yang membeli hasil-hasil petani secara mengijon, yaitu membeli hasil-hasil tersebut jauh sebelum masa depan dan dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga pasar; terdapatnya system pemasaran hasil-hasil pertanian yang sangat dikuasai oleh pedagang perantara.


Pembangunan adalah pergeseran dari suatu kondisi  nasional yang satu menuju ke kondisi Nasional yang lain, yang dipandang lebih baik, Tetapi apa yang disebut lebih baik/lebih berharga, berbeda dari satu negara ke negara lain (cukture spesific)  atau dari satu periode  ke periode lain ( time spesific).
Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang menyangkut reorganisasi dan reorientasi sistem ekonomi dan sistem sosial sebagai keseluruhan. Disamping peningkatan pendapatan dan out-put, pembangunan menyangkut  pula perubahan secara radikal struktur kelembagaan, struktur sosial serta struktur administratif serta perubahan sikap, adat kebiasaan serta kepercayaan.
2.      Ekonomi.
Ekonomi adalah perbuatan manusia dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya. Kebutuhan adalah sesuatu yang yang harus didapat dan bilah tidak terpenuhi maka menggangu fisik dan psikis manusia. Sedangkan keinginan sesuatu yang ingin di dapat dan bila tidak terpenuhi maka hanya terjadi gangguan psikis saja.
Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia shingga dapat mencapai kesejatraan, sehingga bila ada diantara kebutuhan tersebut yang tidak terpenuhi maka manusia akan merasa tidak sejatra atau kurang sejatra. Dapat dikatakan bahwa kebutuhan adalah suatu hal yang harus ada, karena tanpa itu hidup kita menjadi tidak sejatra atau setidaknya kurang sejatra.
3.      Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakain, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komperatif, sementara yang lainya melihatnya dari moral dan evaluative, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut yang mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
b.      Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai siuasi kelengkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
c.       Gambaran tentang kebutuhan social, termasukkerterkecualian social, ketergantungan, dan ketidakmampuan untk berpartisipasi dalam masyrakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkecualian social boiasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak batsai pada bidang ekonomi.
d.      Gambaran tentang kekurangan penghasilan dan kekayaan yang mandiri. Makna “ memadai” disini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian dan ekonomi di seluruh dunia.
Memahami substansi kemiskinan merupakan langkah penting bagi perencana program dalam mengatsi kemiskinan. Menurut Sutrisno, ada dua sudut pandang dalam memahami substansi kemiskinan di Indonesia. Pertama adalah kelompok pakar dan aktivis lembaga swdaya masyarakat (LSM) yang mengikuti pikiran kelompok agrarian populism, bahwa kemiskinan itu hakekatnya, adalah masalah campur tangan yang terlalu luas dari Negara dalam kehidupan masyarakat pada umunya, khususnya masyarakat pedesaan. Dalam pandangan ini, orang miskin mampu membangun diri sendiri apabila pemerintah member kebebasan bagi kelompok itu untuk mengatur mereka sendiri. Kedua, kelompok para pejabat, yang melihat inti dari masalah kemiskinansebagai masalah budaya. Orang menjadi miskin karena tidak memilih etos kerja yang tinggi, tidak memiliki jiwa wiraswasta, dan pendidikannya rendah.

Disamping itu, kemiskinan juga terkait dengan kualitas sumbedaya manusia. Berbagai sudut pandang tentang kemiskinan di Indonesia dalam memahami kemiskinan pada dasarnya merupakan upya orang luar untukmemahami tentang kemiskinan. Hingga saat ini belum ada yang mengkaji masalah kemiskinan dari sudut pandang kelompok miskin itu sendiri.
Kejian Chambers (1983) lebih melihat masalah kemiskinan dari dimensi itu sendiri dengan deprivation trap, tetapi Chambers sendiri belum menjelaskan tentang alas an terjadinya deprivation trapitu. Dalam tulisan ini dicoba menggabungkan dua sudut pandang dari luar kelompok miskin, dengan mengembangkan lima unsure keterjebakan yang dikemukan oleh Chambers (1983), yaitu (1) kemiskinan itu sendiri, (2) kelemahan fisik, (3) keteransingan, (4) kerentanan, dan (5) ketidak berdayaan.
Pengertian kemiskinan disampaikan oleh beberapa ahli atau lembaga, diantranya adalah BAPPENAS (1993) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Levitan (1980) mengemukakan kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutukan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Faturchman dan marcelinus molo (1994) mendefinisikan bahwa kemiskinan adalah merupakan gejala multidimensional yang dapat ditelah dari dimensi ekonomi, social politik.
Semanjak orde baru berkuasa, ada beberapa kebijakan yang diterapkan dalam bidang ekonomi. Salah satu kebijakan adalah memacu pertumbuhan ekonomi dengan mengeluarkan undang-undang penanaman modal Asing dengan memberikan persiaratan dan peraturan-peraturan yang lebih ringan dan menarik kepada inverstor dibibandingkan dengan kebijakan sebelumnya. Kegiatan industry meningkat tajam dan sangat pada GDP mengelami kenaikan dari sekitar 9 persen pada tahun 1970 menjadi sekitar 17 persen pada tahun 1992 (booth dan McCawley, 1986:82 dan sjahrir 1993:16). Pertumbuhan ekonomi juga mengelami kenaikan. Pendek kata, selama Orde Baru perekonomian mengelami kemajuan pesat. Namun, bersamaan dengan itu ketimpangan social atau sekelompok kecil masyarakat, terutama mereka yang memiliki akses dengan penguasa politik dean ekonomi, sedangkan sebagian besar yang kurang atau hanya memperoleh sedikit manfaat bahkan, ada masyarakat merasa dirugikan dan tidak mendapat manfaat sama sekali. Kesenjangan social semakin terasa mengkristal dengan munculnya gejala monopoli. Monopoli dan oligopoly dan memperkecil akses usaha kecil untuk menggambarkan usaha mereka. Menurut Revrisond Baswer (dikutip dalam bernes (1995:1) hamper seluruh cabang produksi dikuasai oleh perusahan konglemarat. Perusahan-perusahan besar konglemerat menguasai berbagai kegiatan produksi murni dari produksi, eksploitasi hasil hutan, konstruksi, industry otomotif, transpotasi, perhotelan, makanan, perbankan, jasa-jasa keuangan, dan media komunikasi. Diperkirakan 200 konglemerat menguasai 58 persen PDB. Usaha-usaha rakyat yang kebanyakan kecil dan tradisional hanya menguasai 8 persen. Kesenjangan social ini tidak hanya menggangu pertumbuhan ekonomi rakyat tetapi menyebabkan ekonomi rakyat mengelami proses marjinalisasi.
Selain kebijakan ekonomi, kebijakan yang diduga turut menstrimulir kesenjangan social adalah kebijakan penataan lahan (tata ruang). Penerapan kebijakan penataan lahan selama ini belum dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Berbagai kekuatan dan kepentingan telah mempengaruhi dalam penerapan. Tarik menarik sebagai kekuatan dan kepentingan telah menimbulkan konflik antara pengusaha besar dan masyarakat. Dalam konflik acapkali kepentingan masyarakat (public) diabaikan dan cendrung mengutamakan kepentingan sekelompok orang (pengusaha). Penelitian suhendar (1994) menyimpulkan bahwa: ‘kooptasi tanah-tanah: terutama di pedesaan oleh kekuatan besar ekonomi dan luar komunitas semakin mengajala. Pembangunan sector ekonomi, seperti pembangunan kawasan industry, pabrik-pabrik, sarana wisata telah menyita banyak lahan penduduk. Demikian pula, instansi-instansi pemerintah memerlukan tanah untuk pembangunan perkantoran, instruktural ekonomi, fasilitas social, perumahan, dan lain-lain. Di perkotaan, pemilik modal (konglomerat0 bekerja sama dengan birokrasi membeli tanah-tanah penduduk untuk kepentingan pembangunan perumahan mewah, pusat perbelanjaan dan lain-lain. Begitu pula di pedesaan pemilik modal menggusur penduduk dan memanfaatkan lahan untuk kepentingan agroindustri, perumahan mewah, dan lapangan golf. Dalam banyak kasus, banyak tanah Negara yang selama ini dikusai penduduk dengan status tidak jelas di jadikan sasaran dan cara termudah untuk menggusur penduduk. Dampak dari penerapan kebijakan penatagunaan lahan antara lain adalah terjadinya marjinalisasi dan pemiskinan masyarakat desa yang tanahnya dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang dalam banyak hal belum kurang dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi rakyat.
Kalau kita melihat dari pendapatan. pendapatan yang terjadi di Indonesia sangat terlihat jelas, Hal ini sangat berdampak pada kesenjangan sosial yang terjadi. Namun, tentu saja untuk mengatasi masalah ketimpangan pendapatan tersebut tidak cukup hanya bicara mengenai subsidi modal terhadap kelompok miskin maupun peningkatan pendidikan (keterampilan) tenaga kerja di Indonesia. Lebih penting dari itu, persoalan yang terjadi sesungguhnya adalah akibat kebijakan pembangunan ekonomi yang kurang tepat dan bersifat struktural. Maksud- nya, kebijakan masa lalu yang begitu menyokong sektor industri dengan mengorbankan sektor lainnya patut untuk direvisi karena telah mendorong munculnya ketimpangan sektoral yang berujung kepada kesenjangan pendapatan. Dari perspektif ini agenda mendesak bagi Indonesia adalah memikirkan kembali secara serius model pembangunan ekonomi yang secara serentak bisa memajukan semua sektor dengan melibatkan seluruh rakyat sebagai partisipan. Sebagian besar ekonom meyakini bahwa strategi pembangunan itu adalah modernisasi pertanian dengan melibatkan sektor industri sebagai unit pengolah nya.
4.      Kesimpulan
Dari urayan di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa pemerintah masih kurang melihat masyarakat, karena, masi sampai sekarang masih banyak masyarakt yang belum mendapatkan pekerjaan, belum bisa membiayai/menafkai keluarga, karena kekurangan danah.
Dan yang menjadi masalah sekarang adalah. Masalah pembanunan, Pembangunan Ekonomi
Ø  Meningkatnya pengangguran dan kemiskinan,
Ø  Menurunnya fungsi intermediasi perbankan untuk mengembangkan sektor riil
Ø  Pola persebaran investasi untuk PMA dan PMDN secara nasional belum merata dan menunjukkan ketimpangan yang cukup tinggi antarwilayah
Ø   Menurunnya kemampuan pemerintah dalam pelayanan-pelayanan sosial dasar (pendidikan, kesehatan dan gizi). Terbatasnya tingkat pelayanan jaringan transportasi antar dan intra wilayah.
Ø  Menurunnya kapasitas pemerintah daerah dalam pengaturan dan pengelolaan infrastruktur.
Ø  Menurunnya kapasitas dan ketersediaan sumberdaya     tenaga listrik.
Ø  Meningkatnya masalah kelangkaan air bersih dan air minum.
Ø  Menurunnya kapasitas pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan infrastruktur.
Salah satu upaya untuk meningkatkan partisimasyarakat, pemerintah harus:
·         Mengeksplorasi nilai-nilai yang berkaitan dengan semangat partisipasi (kebersamaan dan solidaritas, tanggung jawab, kesadaran kritis, dll).
·         Menghidupkan kembali institusi-institusi volunteer (relawan) sebagai media kewargaan yang pernah hidup dan berfungsi (Mis. forum rembug desa/dusun).
·         Memfasilitasi tebentuknya asosiasi-asosiasi (perkumpulan/paguyuban) ke-wargaan yang baru berabasiskan kepentingan kelompok keagamaan, ekonomi, dan politik maupun aspek-aspek kultural lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai arena interaksi terbuka.
·         Mengkampanyekan pentingnya kesadaran inklusif (terbuka) bagi warga desa dalam menyikapi sejumlah perbedaan yang terjadi dengan mempertimbangkan kemajemukan.
·         Memperluas ruang komunikasi publik atau semacam public sphere yang dapat dimanfaatkan warga desa untuk melakukan kontak-kontak sosial dan kerjasama, baik secara internal maupun eksternal.