a. Kata Pengantar
Berbagai
upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan dan sudah menjadi prioritas
proggram-proggram pembangunan yang dijalankan pemerintah. Namun demikian,
beberapa proyek pemerintah yang terkait dengan program penangulangan
kemiskinan, terutama pada janjang grass- root, teryata belum cukup mampu untuk
mengatasi berbagai dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat
sejak awal tahun 1970-an. Akibatnya, isu tentang kemiskinan seolah-olah menjadi
terlupakan sampai dengan munculnya berbagaipenelitian ilmiah yang mengungkapkan
“ penemuan kembali kemiskinan di Indonesia”.
Walaupun
kemiskinan dapat dikatagorikan sebagai persoalan klasik, tetapi sampai saat ini
rupanya belum ditemukan formula dan preskripsi yang tepat guna merumuskan
kebijakan anti kemiskinan. Bahkan ketika cabinet pembangunan VI kemudian
merealisasikan rencana impress desa tertinggal, masih terdapat cukup kritik
terhadap program ini karena berbagai alas an. Ini menunjukan bahwa sejak semula
kemiskinan bukan merupakan persoalan yang cukup sedarhana dan bahkan nampaknya
akan menjadi tema diskusi yang selalu actual dari waktu ke waktu.
Di negeri
ini, kemiskinan tetap menjadi fokus isu yang belum terselesaikan. Sayangnya,
ide atau gagasan yang muncul untuk mengatasi masalah ini selalu saja kurang
menyentuh akar persoalan. Begitupun program yang ada belum mampu mengatasi
problematika sosial ini secara tuntas. Faktanya, angka kemiskinan masih tinggi.
Peringatan Hari Penanggulangan Kemiskinan sedunia tiap 17 Oktober mestinya
dapat mengingatkan semua pihak untuk berkomitmen mengatasi masalah ini.
Berdasarkan data Bappenas (2009), jumlah penduduk yang hidup di
bawah garis kemiskinan mencapai 32,5 juta orang (14,15 %) dari total penduduk
negeri ini. Dibandingkan dengan 2008, angka itu mengalami sedikit penurunan
yang berjumlah 35 juta orang (15,4 %). Kemiskinan ini biasanya juga berimbas
kepada masalah lainnya, baik di bidang kesehatan, pendidikan, maupun
perlindungan anak.
Menurut Laporan Pembangunan Manusia
(HDR) UNDP 2007/2008, rata-rata pengeluaran kesehatan per kapita Indonesia 119
dolar AS pada 2004. Angka ini merupakan yang terendah di negara-negara ASEAN
lainnya. Bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 402 dolar AS dan Thailand 293
dolar AS. Di samping itu, rata-rata pengeluaran kesehatan per kapita di
Indonesia baru mencapai 2,2% dari PDB, jauh lebih rendah dari rekomendasi Badan
Kesehatan Dunia (WHO), yakni sedikitnya 5% dari PDB.
Angka kematian bayi pada 2007 sebesar 44 per 1.000 kelahiran
hidup. Di samping itu, masih ada 28% balita di seluruh pelosok negeri yang
belum memperoleh akses terhadap imunisasi. Ini berarti ada sekitar satu juta
balita yang rentan terkena penyakit menular yang dapat pula mengakibatkan
kematian. Sementara itu, Angka Kematian Ibu (AKI) masih mencapai 228 per
100.000 kelahiran hidup (2007).
Penanggulangan kemiskinan sebenarnya telah menjadi komitmen
global. Sebanyak 189 kepala negara dan pemerintahan, termasuk Indonesia, 9
tahun lalu telah mendeklarasikan Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium
Development Goals/MDGs). Komitmen itu terdiri atas delapan tujuan yang harus
dicapai pada 2015, yakni upaya menanggulangi kemiskinan dan kelaparan,
pendidikan dasar untuk semua, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,
menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS
dan penyakit menular lainnya, kelestarian lingkungan hidup, dan membangun
kemitraan global untuk pembangunan.
Mengatasi kemiskinan menjadi tujuan pertama dari MDGs, yakni upaya
untuk mengurangi proporsi jumlah penduduk miskin dengan pendapatan di bawah
satu dolar AS per hari hingga separuhnya dalam kurun waktu 1990-2015. Termasuk
dalam tujuan ini, antara lain upaya menciptakan lapangan kerja yang optimal,
produktif, serta layak, termasuk bagi perempuan dan kaum muda. Ke depan,
mestinya dapat diupayakan strategi pembangunan yang mampu menghilangkan
kesenjangan baik antargolongan maupun wilayah, serta kebijakan yang mampu
menumbuhkan potensi dan ekonomi di tingkat lokal.
Pada akhirnya, penanggulangan kemiskinan tidak cukup hanya sekadar
menjadi bahan kajian, studi, atau isu kampanye. Kemiskinan harus diatasi
melalui langkah-langkah konkret. Diperlukan pendekatan baru serta inovasi: Pertama, kita telah memiliki para wakil
rakyat yang duduk di kursi DPR dan DPD Periode 2009-2014. Sebentar lagi juga
akan diumumkan susunan anggota kabinet SBY-Boediono. Mengatasi kemiskinan di
atas harus menjadi tugas pertama yang dapat mereka tuntaskan. Program-program
yang sudah ada, seperti BLT, PNPM mandiri, KUR, dan lain-lain harus dievaluasi
secara menyeluruh dan diuji tingkat keefektifannya. Selanjutnya, dirancang
program-program baru yang benar-benar efektif dan efisien. Kedua, tugas pemimpin adalah mendidik bangsa ini untuk bermental
"tangan di atas". Pemimpin berperan melakukan transformasi sosial. Ia
harus mampu memberi contoh dan teladan. Pemimpin tidak hidup bermewah-mewah,
apalagi korupsi. Kemiskinan dapat diatasi jika mental bangsa dapat diubah dari
mental konsumtif menjadi produktif. Budaya malas dan peminta diubah menjadi
karakter pejuang, pekerja keras, disiplin, dan kebiasaan untuk memberi,
berbagi, dan malu meminta-minta. Karakter ini tidak bisa tumbuh dengan
sendirinya. Harus ada rekayasa sosial dan ketegasan dari pemimpin. Saya yakin
bangsa ini dapat didorong untuk menumbuhkan karakter yang positif itu, sekali
lagi, asal ada contoh dari pemimpinnya. Ketiga,
peran semua pihak untuk terlibat dalam penanggulangan kemiskinan. Tokoh agama
dapat berperan untuk menebarkan nilai-nilai Agama yang memberikan semangat.
Mereka dapat memotivasi masyarakat untuk bekerja giat dan tidak putus asa.
Media massa dapat berperan aktif untuk menebarkan spirit kewirausahaan dan
budaya inovasi. Para pemimpin informal, pengusaha, artis, seniman, budayawan,
pendidik, dan lain-lain dapat pula menjadi motivator dan inspirator yang
bertujuan sama, yakni memberi semangat bagi warga bangsa untuk bangkit dan
menegaskan bahwa harapan itu masih ada.
b.
Rumusan Masalah
Masalah merupakan
keadaan yang mengganggu sehingga menimbulkan pertanyaan untuk segera dipecakan.
Dalam hal ini perlu ada kaitannya dengan suatu penelitian dan untuk mencapai
sasarannya perlu dirumuskan masalahnya, karena masalah merupakan pedoman untuk
mengadakan suatu penelitian. Untuk itu dari latar belakang sebelumnya dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut;
“Bagaimana KAJIAN PEMBANGUNAN EKONOMI ”Mengatasi kemiskinan”.
c. Tinjauan Teoritis
Untuk mengatahui sejaumana
pemerintah mengtasi masalah kemiskinan dinegara Indonesia ini. Kerana kita
lihat sekarang yang masi dibicarakan sampai saat ini adalah masalah kemiskinan/
ekonomi kerakyatan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya
mencakup:
1.
Gambaran kekurangan materi, yang
biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan
pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai siuasi
kelengkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
2.
Gambaran tentang kebutuhan social,
termasukkerterkecualian social, ketergantungan, dan ketidakmampuan untk
berpartisipasi dalam masyrakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.
Keterkecualian social boiasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini
mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak batsai pada bidang
ekonomi.
3.
Gambaran tentang kekurangan penghasilan
dan kekayaan yang mandiri. Makna “ memadai” disini sangat berbeda-beda
melintasi bagian-bagian dan ekonomi di seluruh dunia kususnya Indonesia.
Kalau
kita lihat, mungkin tiba saatnya pemerintah melihat kedepan, bukan lagi melihat
kebelakang. Kerana masyarakt masi mebutukan bantuan dari pemerintah, sekarang
kita lihat, begitu banyak maslah yang terjadi, tepai masalah tersebut di anggap
enteng, sehingga suatu masalah tidak bisa diselesaikan dengan baik. Apalagi
dibidang ekonomi, masyarakt mengelu, karena pengasilan mereka tidak memuaskan,
malah merugikan. Cotohnya petani sayur, kebanyakan di tanah jawa ini, petani
menyewa tanah untuk bercocok tanam sampai 1 hektar bahkan ada juga yang 2
hektar. Tetapi hasilnya tidak bias mengembalikan uang untuk menyewakan tanah
tersebut. Karena penghasilan tidak begitu baik. Dari sini pemerintah bisa
melihat, dan membuka mata untuk membantu masyarakat.
a.
Analisis
Data
1. Pembangunan
Pembangunan berasal dari kata
bangun, diberi awalan pem- dan akhiran –an guna menunjukan prihal membangun.
Kata bangun setidak-setidaknya mengandung empat arti. Pertama, bangun dalam
arti sadar atau siuman, seperti dalam bait lagu Indonesia raya: “bangunlah
jiwanya, bangunlah badannya”kedua dalam arti bangit atau berdiri. Ketiga bangun
dalam arti bentuk, dahulu ilmu ukur disebut ilmu bangun. Dalam kalimat;
“bangunnya persegi panjang,” bangun berarti bentuk. Keempat, bangun dalam arti
katakerja membuat, mendirikan, atau membina. Dilihat dari sudut entimologik
ini, konsep pembangunan meliputi keempat arti tersebut. Pembangunan meliputi
segi anatomik (bentuk), fisiologik (kehidupan), dan behavioral (prilaku).
Coralie Bryant Louise White
mengatakan pembanguna ialah upaya untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk
mempengaruhi masa depan. Dan pembangunan membangkitkan kemampuan optimal
manusia, baik individu maupun kelompok atau mendorong tumbuhnya kebersamaan dan
kemerataan nilai dan kesejatraan. Coralie juga mengatakan pembangunan berarti
menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai
dengan kemampuan yang ada padanya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk
kesempatan yang sama, kebebasan memilih, dan kekuasaan untuk memutuskan.
Walaupun
kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan ekonomi selalu ditunjukan untuk
mempertinggi kesejatraan dalam arti yang seluas-luasnya, kegiatan pembangunan
ekonomi selalu dipandang sebagai sebagian dari keseluruhan usaha pembangunan
yang dijalankan oleh sesuatu masyarakat. Pembangunan ekonomi hanya meliputi
usaha sesuatu masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi
tingkat pendapatan masyarakatnya, sedangkan keseluruhan usaha-usaha pembanunan
meliputi juga usaha-usaha pembangunan social, politik dan kebudayaan. Dengan
adanya pembatasan di atas maka pengertian pembangunan ekonomi pada umunya
didefenisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita
penduduk sesuatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang.
Dapat dilihat dari
defenisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting untuk
mengatasi kemiskinan.
1. Suatu proses, yang berarti
merupakan perubahan yang terjadi terus menerus,
2. Usaha untuk menaikan tingkat
pendapatan perkapita, dan
3. Kenaikan pendapatan per kapita
itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang.
Disamping oleh keadaan-keadaan
yang berlaku di Negara-negara berkembang sendiri, terdapat pula keadaan-keadaan
di Negara-negara maju, yang dapat mengurangi kemampuan Negara-negara berkembang
untuk mempercepat pembangunan ekonomi yang lebih tinggi yang letah dicapai
Negara-negara maju, terhadap pembangunan ekonomi di Negara-negara yang relative
miskin, seperti Indonesia. Termasuk Negara indonesia relative miskin.
Ahli-ahli ekonomi klasik telah menunjukan
beberapa keuntungan yang mungkin diperoleh sesuatu Negara apabila mengadakan
hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Negara-negara lain. Apabila
keuntungan-keuntungan ini dapat bener-bener diperoleh dalam kenyataannya,
hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Negara-negara lain. Apabilah
keuntungan-keuntungan ini dapat bener-bener diperoleh dalam kenyataannya,
hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Negara-negara lain dapat merupakan alat
pendorong yang sangat penting kepada usaha untuk menpercepat pembangunan
ekonomi. Akan tetapi malangnya, walaupun kebanyakan Negara-negara berkembang
sudah sejak lama melakukan hubungan dengan dunia luar, terutama dengan
Negara-negara maju, keuntungan yang telah diperoleh dari hubungan tersebut
belum mencapai tingkat yag cukup menggembirakan. Sebaliknya, segolongan ahli
ekonomi menganggap bahwa hubungan tersebut telah menghambat pembangunan
ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi terhambat berkembang untuk mencapai
perkembangan yang lebih pesat. Sepertinya Indonesia, Indonesia ada bekerjasama
dengan Negara berkembang, tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejatraan
masyarakat, sehingga bangsa Indonesia kelihatan kurang berkembang, dilihat dari
segi kemiskinan, kita melihat Indonesia sekarang, Indonesia memang ada penurunan
angka kemiskinan, tapi itu belum sepenuhnya terlaksankan, salah satu untuk
mengatasi kemiskinan adalah, pembangunan ekonomi harus bener-benr berpusat pada
masyarakat. Kalau pemerinta bekerja untuk membantu masyarakat, dan mengurangi
kemiskinan, salah satunya adalah kerja sama antar Negara harus bisa berjalan
dengan baik, dan berusaha keras bersaing untuk kesejatraan masyarakat,kalau
kita melihat Indonesia, kususnya dibidang perekonomian, kita sangat kaya dengan
kekayaan alam, tetapi kenyataanya apa, masyarakat masi banyak yang ngangur
tidak punya pekerjaan, masyarakat banyak yang mengatakan, bahwa susa cari
kerja, dan untuk mensejatrakan masyarakatkan, atau untuk memenuhi kebutuhan
keluarga sehari-hari susanya. Kerna tidak ada pekerjaan yang begitu memuaskan,
atau yang bisa mengajikan untuk mensejatrakan keluarga.
Kalau diperhatikan perkembangan
sector eksport di Negara-negara berkembang sejak akhir abad yang lalu, maka
secara umum dapat dikatakan bahwa sumbangannya dalam mempercepat pembangunan
belumlah mencapai tingkat yang diharapkan. Dinegara kita Indonesia ini
mengalami perkembangan ekspot yang bisa dibilang pesat, tetapi sector itu gagal
ntuk mendorong perkembangan sector-sektor lainya. Sebagian besar perkembangan
ekspot mengalami pertumbuhan yang relative lambat. Sehngga menimbulkan
kesulitan dalam neraca pembayaran dan akhirnya menunjukan bahwa sector ekspot
tidak berkembang, tidak dapat memberikan
sumbangan kepada usaha pembangunan seperti yang ditunjukan oleh ahli-ahli
ekonomi klsik.
Beberapa masalah yang dihadapi
oleh pertanian tradisional, terlalu terpusat kegiatan ekonomi yang berkembang
di sector pertanian merupakan salah satu factor penting yang menyebabkan mereka
mempunyai tingkat pendapatan yang sangat rendah. Sebagian besar kegiatan sector
pertanian yang masi berkembang merupakan kegiatan yang tingkat produktifitasnya
masih jauh dari pada tingkat yang telah dicapai. Masalah yang seperti ini yang
harus pemerintah lihatkan, dan kembangkan. Karena petani hanya bisa mengasilkan
dari hasil pertaniannya. Dan kalau pemerintah tidak bisa melihat petani, dan
membantunya, ya, petani akan kesulitan dalam mengelolah lahannya seperti
pembelian baja, untu memupuk tana yang digunakan untuk kesuburan. Dan
Setidaknya pemerintah membantu membuka peluang kerja dalam bentuk, memberi
suatu tempat dimana masyarakat akan menjual hasil pertaniannya. Baik dalam atau
luar daerah. Sehingga masyarakat tidak begitu kesulitan dalam menafka keluarga.
Dan membuka pekerjaan, bagi masyarakat yang tidak bisa sekolah. Sehingga
masyarakat, atau kemiskinan terlalu banyak. Kalau pendepatan pertanian/
masyarakt itu rendah, menyebabkan kesulitan berkembang untuk menaikan
produktivitas pertanian berkapita penduduknya. Dan factor-faktor yang bersifat
institusional yang acapsekali menghambat inovasi pertanian adalah, bahwa kita
sering mendengar dikoran atau di berita, mengatakan bahwa petani Indonesia
benyak menyewa tanah untuk bertani, dan hasil pertanian itu juga tidak seperti
apayang diharapkan. Bahwa hasil dari sebagian saja dari hasil tanaman mereka;
terdapatnya tangkulak-tangkulak yang membeli hasil-hasil petani secara
mengijon, yaitu membeli hasil-hasil tersebut jauh sebelum masa depan dan dengan
harga yang jauh lebih rendah dari harga pasar; terdapatnya system pemasaran
hasil-hasil pertanian yang sangat dikuasai oleh pedagang perantara.
Pembangunan
adalah pergeseran dari suatu kondisi
nasional yang
satu menuju
ke kondisi Nasional yang lain, yang dipandang lebih baik, Tetapi apa yang
disebut lebih baik/lebih berharga, berbeda dari satu negara ke negara lain (cukture
spesific) atau dari satu
periode ke periode lain ( time
spesific).
Pembangunan
adalah suatu proses multidimensional yang menyangkut reorganisasi dan
reorientasi sistem ekonomi dan sistem sosial sebagai keseluruhan. Disamping
peningkatan pendapatan dan out-put, pembangunan menyangkut pula perubahan secara radikal struktur
kelembagaan, struktur sosial serta struktur administratif serta perubahan
sikap, adat kebiasaan serta kepercayaan.
2. Ekonomi.
Ekonomi
adalah perbuatan manusia dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya.
Kebutuhan adalah sesuatu yang yang harus didapat dan bilah tidak terpenuhi maka
menggangu fisik dan psikis manusia. Sedangkan keinginan sesuatu yang ingin di
dapat dan bila tidak terpenuhi maka hanya terjadi gangguan psikis saja.
Kebutuhan
adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia shingga dapat mencapai kesejatraan,
sehingga bila ada diantara kebutuhan tersebut yang tidak terpenuhi maka manusia
akan merasa tidak sejatra atau kurang sejatra. Dapat dikatakan bahwa kebutuhan
adalah suatu hal yang harus ada, karena tanpa itu hidup kita menjadi tidak
sejatra atau setidaknya kurang sejatra.
3. Kemiskinan
Kemiskinan
adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, pakain, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar,
ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan
masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan
komperatif, sementara yang lainya melihatnya dari moral dan evaluative, dan
yang lainnya lagi memahaminya dari sudut yang mapan.
Kemiskinan
dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
b.
Gambaran kekurangan materi, yang
biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan
pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai siuasi
kelengkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
c.
Gambaran tentang kebutuhan social,
termasukkerterkecualian social, ketergantungan, dan ketidakmampuan untk
berpartisipasi dalam masyrakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkecualian
social boiasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak batsai pada bidang ekonomi.
d.
Gambaran tentang kekurangan penghasilan
dan kekayaan yang mandiri. Makna “ memadai” disini sangat berbeda-beda
melintasi bagian-bagian dan ekonomi di seluruh dunia.
Memahami
substansi kemiskinan merupakan langkah penting bagi perencana program dalam
mengatsi kemiskinan. Menurut Sutrisno, ada dua sudut pandang dalam memahami
substansi kemiskinan di Indonesia. Pertama adalah kelompok pakar dan aktivis
lembaga swdaya masyarakat (LSM) yang mengikuti pikiran kelompok agrarian
populism, bahwa kemiskinan itu hakekatnya, adalah masalah campur tangan yang
terlalu luas dari Negara dalam kehidupan masyarakat pada umunya, khususnya
masyarakat pedesaan. Dalam pandangan ini, orang miskin mampu membangun diri
sendiri apabila pemerintah member kebebasan bagi kelompok itu untuk mengatur
mereka sendiri. Kedua, kelompok para pejabat, yang melihat inti dari masalah
kemiskinansebagai masalah budaya. Orang menjadi miskin karena tidak memilih
etos kerja yang tinggi, tidak memiliki jiwa wiraswasta, dan pendidikannya
rendah.
Disamping
itu, kemiskinan juga terkait dengan kualitas sumbedaya manusia. Berbagai sudut
pandang tentang kemiskinan di Indonesia dalam memahami kemiskinan pada dasarnya
merupakan upya orang luar untukmemahami tentang kemiskinan. Hingga saat ini
belum ada yang mengkaji masalah kemiskinan dari sudut pandang kelompok miskin
itu sendiri.
Kejian
Chambers (1983) lebih melihat masalah kemiskinan dari dimensi itu sendiri
dengan deprivation trap, tetapi Chambers sendiri belum menjelaskan tentang alas
an terjadinya deprivation trapitu. Dalam tulisan ini dicoba menggabungkan dua
sudut pandang dari luar kelompok miskin, dengan mengembangkan lima unsure
keterjebakan yang dikemukan oleh Chambers (1983), yaitu (1) kemiskinan itu
sendiri, (2) kelemahan fisik, (3) keteransingan, (4) kerentanan, dan (5)
ketidak berdayaan.
Pengertian
kemiskinan disampaikan oleh beberapa ahli atau lembaga, diantranya adalah
BAPPENAS (1993) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang
terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang
tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Levitan (1980) mengemukakan
kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang
dibutukan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Faturchman dan
marcelinus molo (1994) mendefinisikan bahwa kemiskinan adalah merupakan gejala
multidimensional yang dapat ditelah dari dimensi ekonomi, social politik.
Semanjak
orde baru berkuasa, ada beberapa kebijakan yang diterapkan dalam bidang
ekonomi. Salah satu kebijakan adalah memacu pertumbuhan ekonomi dengan
mengeluarkan undang-undang penanaman modal Asing dengan memberikan persiaratan
dan peraturan-peraturan yang lebih ringan dan menarik kepada inverstor
dibibandingkan dengan kebijakan sebelumnya. Kegiatan industry meningkat tajam
dan sangat pada GDP mengelami kenaikan dari sekitar 9 persen pada tahun 1970 menjadi
sekitar 17 persen pada tahun 1992 (booth dan McCawley, 1986:82 dan sjahrir
1993:16). Pertumbuhan ekonomi juga mengelami kenaikan. Pendek kata, selama Orde
Baru perekonomian mengelami kemajuan pesat. Namun, bersamaan dengan itu
ketimpangan social atau sekelompok kecil masyarakat, terutama mereka yang
memiliki akses dengan penguasa politik dean ekonomi, sedangkan sebagian besar
yang kurang atau hanya memperoleh sedikit manfaat bahkan, ada masyarakat merasa
dirugikan dan tidak mendapat manfaat sama sekali. Kesenjangan social semakin
terasa mengkristal dengan munculnya gejala monopoli. Monopoli dan oligopoly dan
memperkecil akses usaha kecil untuk menggambarkan usaha mereka. Menurut
Revrisond Baswer (dikutip dalam bernes (1995:1) hamper seluruh cabang produksi
dikuasai oleh perusahan konglemarat. Perusahan-perusahan besar konglemerat
menguasai berbagai kegiatan produksi murni dari produksi, eksploitasi hasil
hutan, konstruksi, industry otomotif, transpotasi, perhotelan, makanan,
perbankan, jasa-jasa keuangan, dan media komunikasi. Diperkirakan 200
konglemerat menguasai 58 persen PDB. Usaha-usaha rakyat yang kebanyakan kecil
dan tradisional hanya menguasai 8 persen. Kesenjangan social ini tidak hanya
menggangu pertumbuhan ekonomi rakyat tetapi menyebabkan ekonomi rakyat
mengelami proses marjinalisasi.
Selain
kebijakan ekonomi, kebijakan yang diduga turut menstrimulir kesenjangan social
adalah kebijakan penataan lahan (tata ruang). Penerapan kebijakan penataan
lahan selama ini belum dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Berbagai
kekuatan dan kepentingan telah mempengaruhi dalam penerapan. Tarik menarik
sebagai kekuatan dan kepentingan telah menimbulkan konflik antara pengusaha
besar dan masyarakat. Dalam konflik acapkali kepentingan masyarakat (public) diabaikan
dan cendrung mengutamakan kepentingan sekelompok orang (pengusaha). Penelitian
suhendar (1994) menyimpulkan bahwa: ‘kooptasi tanah-tanah: terutama di pedesaan
oleh kekuatan besar ekonomi dan luar komunitas semakin mengajala. Pembangunan
sector ekonomi, seperti pembangunan kawasan industry, pabrik-pabrik, sarana
wisata telah menyita banyak lahan penduduk. Demikian pula, instansi-instansi
pemerintah memerlukan tanah untuk pembangunan perkantoran, instruktural
ekonomi, fasilitas social, perumahan, dan lain-lain. Di perkotaan, pemilik
modal (konglomerat0 bekerja sama dengan birokrasi membeli tanah-tanah penduduk
untuk kepentingan pembangunan perumahan mewah, pusat perbelanjaan dan
lain-lain. Begitu pula di pedesaan pemilik modal menggusur penduduk dan memanfaatkan
lahan untuk kepentingan agroindustri, perumahan mewah, dan lapangan golf. Dalam
banyak kasus, banyak tanah Negara yang selama ini dikusai penduduk dengan
status tidak jelas di jadikan sasaran dan cara termudah untuk menggusur
penduduk. Dampak dari penerapan kebijakan penatagunaan lahan antara lain adalah
terjadinya marjinalisasi dan pemiskinan masyarakat desa yang tanahnya
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang dalam banyak hal belum kurang
dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi rakyat.
Kalau
kita melihat dari pendapatan. pendapatan yang terjadi di Indonesia sangat
terlihat jelas, Hal ini sangat berdampak pada kesenjangan sosial yang terjadi.
Namun, tentu saja untuk mengatasi masalah ketimpangan pendapatan tersebut tidak
cukup hanya bicara mengenai subsidi modal terhadap kelompok miskin maupun
peningkatan pendidikan (keterampilan) tenaga kerja di Indonesia. Lebih penting
dari itu, persoalan yang terjadi sesungguhnya adalah akibat kebijakan
pembangunan ekonomi yang kurang tepat dan bersifat struktural. Maksud- nya,
kebijakan masa lalu yang begitu menyokong sektor industri dengan mengorbankan
sektor lainnya patut untuk direvisi karena telah mendorong munculnya
ketimpangan sektoral yang berujung kepada kesenjangan pendapatan. Dari
perspektif ini agenda mendesak bagi Indonesia adalah memikirkan kembali secara
serius model pembangunan ekonomi yang secara serentak bisa memajukan semua
sektor dengan melibatkan seluruh rakyat sebagai partisipan. Sebagian besar
ekonom meyakini bahwa strategi pembangunan itu adalah modernisasi pertanian
dengan melibatkan sektor industri sebagai unit pengolah nya.
4. Kesimpulan
Dari
urayan di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa pemerintah masih kurang melihat
masyarakat, karena, masi sampai sekarang masih banyak masyarakt yang belum
mendapatkan pekerjaan, belum bisa membiayai/menafkai keluarga, karena
kekurangan danah.
Dan
yang menjadi masalah sekarang adalah. Masalah pembanunan, Pembangunan Ekonomi
Ø Meningkatnya
pengangguran dan kemiskinan,
Ø Menurunnya
fungsi intermediasi perbankan untuk mengembangkan sektor riil
Ø Pola
persebaran investasi untuk PMA dan PMDN secara nasional belum merata dan
menunjukkan ketimpangan yang cukup tinggi antarwilayah
Ø Menurunnya kemampuan pemerintah dalam
pelayanan-pelayanan sosial dasar (pendidikan, kesehatan dan gizi). Terbatasnya
tingkat pelayanan jaringan transportasi antar dan intra wilayah.
Ø Menurunnya
kapasitas pemerintah daerah dalam pengaturan dan pengelolaan infrastruktur.
Ø Menurunnya
kapasitas dan ketersediaan sumberdaya
tenaga listrik.
Ø Meningkatnya
masalah kelangkaan air bersih dan air minum.
Ø Menurunnya
kapasitas pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan infrastruktur.
Salah
satu upaya untuk meningkatkan partisimasyarakat, pemerintah harus:
·
Mengeksplorasi
nilai-nilai yang berkaitan dengan semangat partisipasi (kebersamaan dan
solidaritas, tanggung jawab, kesadaran kritis, dll).
·
Menghidupkan
kembali institusi-institusi volunteer (relawan) sebagai media
kewargaan yang pernah hidup dan berfungsi (Mis. forum rembug desa/dusun).
·
Memfasilitasi
tebentuknya asosiasi-asosiasi (perkumpulan/paguyuban) ke-wargaan yang baru
berabasiskan kepentingan kelompok keagamaan, ekonomi, dan politik maupun
aspek-aspek kultural lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai arena interaksi
terbuka.
·
Mengkampanyekan
pentingnya kesadaran inklusif (terbuka) bagi warga desa dalam menyikapi
sejumlah perbedaan yang terjadi dengan mempertimbangkan kemajemukan.
·
Memperluas
ruang komunikasi publik atau semacam public sphere yang dapat
dimanfaatkan warga desa untuk melakukan kontak-kontak sosial dan kerjasama,
baik secara internal maupun eksternal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar